30 May 2009

PENGERTIAN STRATEGI DAKWAH

A. PENGERTIAN STRATEGI DAKWAH
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana tekhnik (cara) operasionalnya.
Dengan demikian strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning) dan management dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara tekhnik (taktik) harus dilakukan, dalam arti kat bahwa pendekatan (approach) bias berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.Untuk mantapnya strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lasswell, yaitu:
* Who? (Siapa da'i atau penyampai pesan dakwahnya?)
* Says What? (Pesan apa yang disampaikan?)
* In Which Channel? (Media apa yang digunakan?)
* To Whom? (Siapa Mad'unya atau pendengarnya?)
* With what Effect? (Efek apa yang diharapkan?)

Pertanyaan "efek apa yang diharapkan" secara emplisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut, yakni :
> When (Kapan dilaksanakannya?)
> How (Bagaimana melaksanakannya?)
> Why (Mengapa dilaksanakan demikian?)

Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi dakwah sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan dakwah bisa berjenis-jenis, yakni :
> Menyebarkan Informasi
> Melakukan Persuasi
> Melaksanakan Instruksi.

B. PENTINGNYA STRATEGI DAKWAH
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri.
Dengan demikian strategi dakwah, baik secara makro maupun secar mikro mempunyai funsi ganda, yaitu :
a. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang bersifat informative, persuasive dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
b. Menjembatani "Cultur Gap" akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilaii-nilai dan norma-norma agama maupun budaya.
Bahasan ini sifatnya sederhana saja, meskipun demikian diharapkan dapat menggugah perhatian para ahli dakwah dan para calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam kegiatan dakwah secara makro, untuk memperdalaminya.
Jika kita sudah tau dan memahami sifat-sifat mad'u, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut, kita bias mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini :
a. Dakwah secara tatap muka (face to face)
- Dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari mad'u.
- Sewaktu menyampaikan memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback).
- Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui apakah mad'u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan. Sehingga umpan balik tetap menyenangkan kita.
- Kelemahannya mad'u yang dapat diubah tingkah lakunya relative, sejauh bisa berdialog dengannya.
b. Dakwah melalui media.
- Pada umumnya banyak digunakan untuk dakwah informatife.
- Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku.
- Kelemhannya tidak persuasive
- Kelebihannya dapat mencapai mad'u dalam jumlah yang besar.

C. PERANAN DA'I DALAM STRATEGI DAKWAH
Dalam strategi dakwah peranan dakwah sangatlah penting. Strategi dakwah harus luwes sedemikian rupa sehingga da'i sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika proses dakwah berlangsung melalui media.
Menurut konsep A.A Prosedure, bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan, apa yang disebut A-A Proceedure atau From Attention to Action Procedure yang di singkat AIDDA. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
A Attention (Perhatian)
I Interest (Minat)
D Desire (Hasrat)
D Decision (keputusan)
A Action (Kegiatan)
Maknanya :
# Proses pentahapannya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention). Dalam hal ini pada diri seorang da'i harus menimbulkan daya tarik (source attactiveness).
# Sikap da'i berusaha menciptakan kesamaan atau menyamakan diri deengan mad'u sehingga menimbulkan simpati mad'u pada da'i.
# Dalam membangkitkan perhatian hindarkan kemunculan himbauan (appeal) yang negative sehingga menumbuhkan kegelisahan dan rasa takut.
# Apabila perhatian mad'u telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan derajat lebih tinggi dari perhatian.
# Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan mad'u.
# Hasrat saja pada diri mad'u belum berarti apa-apa, sebab harus dilanjutkan dengan keputusan (decission), yakni keputusan untuk melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan da'i.

D. STRATEGI DAKWAH
Dengan strategi dakwah seorang da'i harus berfikir secara konseptual dan bertindak secara sistematik. Sebab komunikasi tersebut bersifat paradigmatik.
Paradigma adalah pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan.
Suatu paradigma mengandung tujuan. Dan tujuan pada paradigma tesebut , yakni "mengubah sika, opini atau pandangan dan perilaku". (to change the attitude, opinion and behavior), sehingga timbul pada diri mad'u efek afektif, efek kognitif, dan efek konatif atau behavioral.
1. Proses Dakwah
§ Dalam menyusun strategi dakwah harus menghayati proses komunikasi yang akan dilancarkan.
§ Proses dakwah harus berlangsung secara "berputar"(circular), tidak "melurus" (linear). Maksudnya, pesan yang sampai kepada mad'u efeknya dalam bentuk tanggapan mengarus menjadi umpan balik.
§ Mengevaluasi efek dari umpan balik terseut negative atau positif.
2. Da'i
§ Mendalami pengetahuan Alqur'an dan Hadits, pengetahuan huukum Islam lainnya. Sejarah nabi, ibadah, muamalah, akhlak, dan pengetahuan Islam lainnya.
§ Menggabungkan pengetahuan lama dan modern.
§ Menguasai bahasa setempat.
§ Mengetahui cara berdakwah, system pendidikan dan pengajaran, mengawasi dan mengarahkan.
§ Berakhlak mulia.
§ Para da'i harus bijaksana, dan berpenampilan yang baik.
§ Para da'i haus pandai memilih judul, dan menjauhkan yang membawa kepada keraguan.
§ Da'i adalah imam dan pemimpin.
3. Pesan Dakwah
§ Sistematis dan objektif.
§ Bahasanya ringan sesuai dengan situasi dan kondisi.
§ Tidak harus panjang lebar.
§ Pesan dakwah sesuai dengan Alqur'an dan Hadits.
§ Meyakinkan tidak meragukan.
§ Isinya menggambarkan tema pesan secara menyeluruh.
4. Media Dakwah
§ Radio
§ Mimbar
§ Televisi
§ Dan Publikasi lainnya
§ Film Teater
§ Majalah
§ Reklame
§ Surat Kabar
5. Mad'u
§ Komponen yang paling banyak meminta perhatian.
§ Sifatnya, heterogen dan kompleks.
§ Selektif dan kritis memperhatikan suatu pesan dakwah, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya

6. Efek Dakwah
§ Efek kognitif (cognitive effect), berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak memahami, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contohnya; berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya.
§ Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Misalnya, perasaan marah, kecewa, kesal, gembira, benci dan masih banyak lagi.
§ Efek konatif (efek behavioral), bersangkutan deengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek konatif timbul setelah muncul efek kognitif dan afektif. Misalnya, seorang suami yang bertekad berkeluaga dengan dua anak saja merupakan efek konatif setelah ia menyaksikan fragmen acara televisi, betapa bahagianya beranak dua dan sebaliknya betapa repotnya beranak banyak.



Daftar Pustaka
v Hafidz, Abdullah Cholis, dkk. Dakwah Transformatif. Jakarta: PP LAKPESDAM NU. 2006.
v Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003.
v Syihata, Abdullah. Dakwah Islamiyah. Jakarta: Depag. 1986.


Sumber:http://uchinfamiliar.blogspot.com/2009/04/strategi-dakwah-melaksanakan-instruksi.html
Readmore »

25 May 2009

Pengertian Sistem Informasi Manajemen ( SIM)

Dalam pengertian yang seharusnya, Sistem informasi Manajemen (SIM) adalah sasaran yang dapat dicapai, Rencana jangka panjang yang jelas, yang merupakan kunci untuk mencapai sasaran, hanya mungkin ada apabila terdapat penghargaaan atas berbagai dimensi konsep Sistem Informasi Manajemen.
Sebenarnya memang ada beberapa dimensi SIM sehingga tidak ada difenisi sederhana yang mampu menggambarkan pengertian secara menyeluruh.Untuk itu diperlukan pemahaman tentang latar belakang dalam ilmu system sehingga makana “Sistem Informasi Manajemen” atau SIM dapa dipahmi sepenuhnya.
Sistem informasi manajemen (SIM) adalah serangkain sub-sisitem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu mampu mentranspormasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai denagan gaya dan sifat manajer dasar kreteria mutu yang telah ditetapkan.Untuk memperjelas lebih mendetail apa tu sebenarnaya Sisitem informasi Manajemen (SIM) dengan dijelaskannya latara belakang sedikit akan memperjelas pada pembhasan makalah kali iniPENGERTIAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAKWAH

A. PENGERTIAN SIM
Sebuah sistem informasi manajemen, atau SIM, adalah sebuah sistem informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang perlu untuk sebuah organisasi, juga memberikan dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusannya. Gagasan sebuah system informasi yang demikian itu telah ada sebelum munculnya komputer. Namun komputer membuat gagasan tersebut menjadi kenyataan. Organisasi selalu membutuhkan sistem-sistem untuk mengumpulkan , mengolah, menyimpan, melihat kembali, dan menyalurkan informasi. Komputer telah menambahkan sebuah teknologi baru dan ampuh pada system informasi. Akibatnya, sebuah system informasi berdasarkan komputer akan betul-betul berbeda dengan sistem-sistem yang diolah secara manual atau elektro-mekanis. Siatem informasi manajemen digambarkan sebagai sebuah bangunan piramida, diimana lapisan dasarnya terdiri dari informasi untuk pengolahan transaksi, penjelasan status, dan sebagainya; lapisan berikutnya terdiri dari sumber-sumber informasi dalam mendukung operasi manajemen sehari-hari; lapisan ketiga terdiri dari sumber daya system informasi untuk membantu perencanaan taktis dan pengambilan keputusan untuk pengendalian manajemen; dan lapisan puncak terdiri dari sumber daya informasi untuk mendukung perencanaan dan perumusan kebijakan oleh tingkat puncak manajemen.

SIM
untuk
perencanaan
strategis dan
Pengambilan keputusan
Informasi manajemen untuk pe
Rencanaan taktis & pengambilan
Keputusan
Informasi manajemen untuk perencanaan
operasional, pengambilan keputusan & pengendalian

Pengolahan transaksi, pemberian informasi (tanggapan) atas
pertanyaan

Banyak para sarjana ahli manajemen mendefinisikan Sistem Informasi Manajemen, misalnya Gordon B. Davis, Joel E. Ross, Donald W. Lroeber, dan masih banyak lagi.
Definisi dari Donald W. Kroeber dalam bukunya berjudul Management Information Systems mengatakan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah sebuah organisasi, sejumlah proses yang menyediakan informasi kepada manajer sebagai dukungan dalam operasi dan pembuatan keputusan dalam suatu organisasi.
Gordon B. Davis mengatakan bahwa Sistem Informasi Manajemen merupakan sebuah system pemakai yang terintegrasi yangn menyediakaninformasi untuk menunjang operasi-operasi manajemen dan fungsi-fungsi pengambilan keputusan di dalam sebuah organisasi. Sistem tersebut memanfaatkan perangkat keras dan perangkat lunak komputer dan prosedur-prosedur manual; model-model untuk analisis, perencanaan, pengawasan dan pengambilan keputusan dan suatu data base.
SIM dilihat dari segi pendapat sarjana terdahulu :
1. Ditekankan pada suatu sistem mesin.
2. Sebuah organisasi.
3. Pihak penyaji informasi.
4. Terdapat dalam suatu organisasi.
5. Ditujukan untuk sesuatu hal yaitu operasi sebuah perusahaan, analisis dan pengambilan keputusan.
6. Dilibatkan komputer, prosedur, suatu data base.
Sekarang kita lihat bagaimana Joel E. Ross berpendapat dalam hal yang sama. Meskipun kenyataannya komputer tidak lebih daripada alat untuk memproses data, banyak manajer memandang komputer sebagai elemen pusat suatu sistem informasi. Kecenderungan sikap ini terlalu tinggi dan memutarbalikkan peranan komputer. Peran sebenarnya komputer adalah menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan, perencanaan dan kontrol. Sebenarnya penekanan bisnis pada system informasi terlalu berlebihan bila majalah bisnis hari ini tidak memuat artikel tentang system informasi, pengumpulan data, relasi pokok. Banyak usaha yang dikelola untuk menggabungkan manajemen, informasi dan system serta memperlihatkan hubungannya dengan komputer.
Definisi sebuah Sistem Informasi Manajemen, istilah yang umum dikenal orang, adalah sebuah sstem manusia/mesin yang terpadu (integrated), untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Sistem ini menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) komputer, prosedur pedoman, model manajemen dan keputusan, dan sebuah ‘data base’.
1. Sistem Manusia/Mesin Berdasarkan Komputer
Interaksi manusia/mesin diperkaya melalui operasi ‘on-line’ dimana terminal masukan/keluaran (input/output} dihubungkan pada komputer untuk memberikan masukan dan keluaran langsung pada penerapan yang mendapatkan maslahat dari keadaan semacam itu. Operasi ‘on-line’ diperlukan untuk dialog manusia/mesin, tetapi ada banyak tugas pengolahan juru tulis yang lebih efisien tanpa masukan/keluaran termanual.
2. Sistem Terpadu dengan Data Base
Sebuah sistem terpadu berdasarkan pada anggapan bahwa harus ada integrasi antara data dan pengolahan. Intergasi data dicapai melalui “data base”. Pada sebuah system pengolahan informasi, “data base” terdiri dari semua data yang dapat dijangkau oleh system. Pada SIM berdasarkan komputer, istilah “data base” biasanya dipakai khusus untuk data yang dapat dijangkau secara langsung oleh komputer. Manajemen sebuah “data base” adalah sebuah system perangkat lunak komputer yang disebut sebagai sebuah system manajemen data base.
3. Pemanfaatan Manajemen dan Model Keputusan
Tidaklah cukup bagi seseorang bila hanya menerima data mentah atau ikhtisar data sekalipun saja. Harus ada suatu cara untuk mengolah dan menyajikan data sedemikian rupa sehingga hasilnya mengarah pada keputusan yang akan diambil. Hasilnya haruslah mendorong pada keputusan. Metode untuk melaksanakan hal ini adalah mengolah data dalam bentuk sebuah model keputusan. Contoh, sebuah keputusan investasi dibandingkan pengeluaran modal baru harus diolah dalam bentuk sebuah model pembelanjaan modal berdasarkan tingkat laba yang dipengaruhi kendala-kendala sehubungan dengan ukuran dan resikonya.

Kesimpulan
Dari pengertian di atas, kami pemakalah berkesimpulan bahwa Sistem Informasi Manajemen Dakwah adalah Suatu proses pendekatan yang teroganisir dan terencana untuk memberikan informasi yang tepat dan jelas serta dapat memberikan kemudahan dalam proses manajemen dakwah.


Readmore »

21 May 2009

SUBJEK ZAKAT (muzakki, wajib pajak)

SUBJEK ZAKAT (muzakki, wajib pajak)
A. Syarat-syarat Wajib Zakat

Setiap individu yang ingin membayar zakat, harus mengetahui syarat wajib zakat sebelum membuat taksiran dan mengeluarkan zakatnya. Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
o Muslim
Hanya diwajibkan bagi orang muslim

o Milik Penuh-Sempurna
Harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah.


Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
o Berkembang (An Namaa')
Harta yang berkembang artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. Misalnya pertanian, perdagangan, ternak, emas, perak, uang dll.

Pengertian berkembang menurut bahasa sekarang adalah bahwa sifat kekayaan (harta) itu dapat memberikan keuntungan atau pendapatan lain sesuai dengan istilah ekonomi.

o Cukup Nishab
Nishab Artinya harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. Sedang harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat.

o Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Asasiyah)
Kebutuhan pokok itu adalah kebutuhan minimal yang diperlukan untuk kelestarian hidup. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka yang bersangkutan tidak dapat hidup dengan baik (layak), seperti belanja sehari-hari, pakaian, rumah, perabot rumah tangga, kesehatan, pendidikan, transportas, dll. Atau segala sesuatu yang termasuk kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM).

o Bebas dari Hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi jumlah senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengelurkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.

Sebab zakat hanya diwajibkan bagi orang kaya atau mampu, sedang orang yang mempunyai hutang tidaklah termasuk orang kaya, oleh karena itu perlu menyelesaikan hutang-hutangnya terlebih dahulu.

Zakat diwajibkan untuk menyantuni orang-orang yang sedang dalam kesulitan, sedang orang yang mempunyai hutang adalah orang yang sedang berada dalam kesulitan yang sama atau mungkin lebih parah kondisinya dari fakir miskin.

o Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu masanya selama dua belas bulan Qomariyyah. Persyaratan satu tahun ini hanya berlaku bagi ternak, uang, harta benda yang diperdagangkan, dll. Tapi hasil pertanian, buah-buahan, rikaz (barang temuan), dan lain lain yang sejenis tidaklah dipersyaratkan satu tahun.


Readmore »

19 May 2009

Tujuan, Kedudukan, Fungsi Majelis Taklim

Tujuan majelis taklim adalah membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan sesuai atau serasi antara manusia dengan Allah, antara manusia dengan manusia lainnya, antara manusia dengan tempat tinggal sekitarnya atau lingkungan, dalam rangka meningkatkan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT.

Tujuan umum suatu majlis taklim adalah membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusisa dengan Allah, sesama manusia, dan lingkungannya dalam membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus dari mjlis taklim adalh memasyarakatkan ajaran islam.

Tujuan majlis taklim dilihat dari fungsinya :1. berfungsi sebagai tempat belajar
2. berfungsi sebagai tempat kontak social
3. berfungsi sebagai mewujudkan minat social

kedudukan majlis taklim adalah sebagai tempat lembaga pendidikan non-formal, dan berfungsi sebagai :

a. membina dan mengmbangkan ajaran islam dalam rangka membentuk masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT.
b. Sebagai taman rekreasi rahaniyah, karena penyelenggaraannya yang santai.
c. Ajang berlangsungnya silaturahmi missal yang dapat menghidup-suburkan dakwah dan
ukhuwah islamiyah.
d. Sebagai sarana dialog yang berkesinambungan antara para ulama dengan umat.
e. Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat khususnya dan
bangsa umumnya.

Fungsi majelis taklim adalah :

1. meluruskan aqidah
2. memotivasi umat untuk beribadah kepada Allah SWT
3. amar ma’ruf nahi mungkar
4. menolak kebudayaan negative yang dapat merusak


Readmore »

Pengertian Majelis Taklim & Dasar Hukum Majelis Taklim

Menurut akar katanya, istilah majelis taklim terssusun dari gabungan dua kata : majlis yang berarti (tempat) dan taklim yang berarti (pengajaran) yang berarti tempat pengajaran atau pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran islam sebagai sarana dakwah dan pengajaran agama.

Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.Dalam prakteknya, majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama islam yang paling fleksibal dan tidak terikat oleh waktu. Majelis taklim bersifat terbuka terhadap segla usia, lapisan atau strata social, dan jenis kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam . tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushalla, gedung. Aula, halaman, dan sebagainya. Selain tiu majelis taklim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non-formal. Fleksibelitas majelis taklim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggot jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.

Dengan demikian majelis taklim menjadi lembaga pendidikan keagamaan alternative bagi mereka yang tidak memiliki icukup tenaga, waktu, dan kesempatan menimba ilmu agama dijulur pandidikan formal. Inilah yang menjadikan majlis taklim memiliki nilai karkteristik tersendiri dibanding lembaga-lembaga keagamaan lainnya.

Dasar Hukum Majelis Taklim

Majelis taklim merupakan lembaga pendidikan diniyah non-formal yang keberadaannya di akui dan diatur dalam :

1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
2. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tantang standar nasional pendidikan.
3. Peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan.
4. Keputusan MA nomor 3 tahun 2006 tentang strutur departement agama tahun 2006.

Sumber:http://uchinfamiliar.blogspot.com


Readmore »

PENGERTIAN SEJARAH DAN DASAR PEMIKIRAN BANK

PENGERTIAN SEJARAH DAN DASAR PEMIKIRAN BANK SYARIAH

1. Pengertian Bank Islam
Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank adalah badan usaha yang menhimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalm bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan bank islam adalah bank syariah, menurut ensiklopedi islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah islam .Di dalam operasionalisasinya bank islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan di jaman rasulullah, bentuk-bentuk usah ayng telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh rasullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama’ yang tidak menyimpang dari Al Qur’an dan Al Hadis.
Sedangkan menurut Drs. H. Karnaen Perwata Atmadja pengertian bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam yang tata cara operasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al hadis.

2. Sejarah Berdirinya Bank Islam
Pada zaman pra- islam sebenarnya telah ada bentukbentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan dalam bisnis modern. Bentu-bentuk itu misalnya al-musyarokah, at -takaful, kredit pemilikan barang dan pinjam dengan tambahan bunga
Bentuk-bentuk perdagangan tersebut telah berkembang dijazirah arab khususnya berpusat di kota makah, jedah dan madinah. Jazirah arab yang berada di jalur perdagangan antara Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi oleh bentuk-bentuk ekonomi mesir purba, yunani kuno da romawi sekitar 2500 tahun sebelum masehi telah mengenal system perbankan . Demikian di Babilonia yang menjadi wilayah irak juga telah mengenal system perbankan +- 2000 tahun sebelum masehi .
Sikap umat terhadap larangan riba pada waktu itu sangat patuh. Ternyata kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan terbukti mampu mengantarkan umat islam kepada masa kejayaan mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian.
Pada masa Rasullah secara umum bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman rasulullah. Praktek-praktek seperti ini : menerima titipan harta, memnijamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, sserta melakukan pengiriman uang telah lazim dilaksanakn sejak zaman rasulullah.

Secara kolektif gagasan berdirinya bank islam ditingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara islam se dunia, di kualalumpur Malaysia pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memetuskan beberapa hal yaitu :
• Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi jika tidak dia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram.
• Diusulkan supaya bank islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin
• Sementara menunggu berdirinya bank islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi namun jika benar-benar dalam keadaan darurat
Oleeh karena bunga uang secara fiqih dikatagorikan riba yang berarti haram, disejumlah Negara islam dan berpenduduk mayoritas islam mulai berpikir untuk mendirikan lembaga bank al ternatif non ribawi. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an , eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an dimana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan dipedesaan Negara itu.
Namun pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif dimasa modern ini dilakukan dimesir pada tahun 1963 dengan berdirinya Mitt Ghamr local saving bank.

3. Dasar- Dasar Pemikiran Terbentuknya Bank Islam
Dasar pemikiran terbentuknya bank islam bersumber dari adanya larangan riba di dalam al Qur’an dan Al Hadis seperti yang tersebut dalam Al Qur’an surat ( Al Baqarah ayat 275), dan Al Quran surat (Al Baqarah 276), (Al Baqarah 278-279) dll.
Selain mendasarkan pada ketentuan Al Qur’an dan Al Hadis berdirinya bank islam juga didasari oleh pernyataan-pernyataan sebagai berikut :
1) Praaktek-praktek system bunga dan akibatnya. System bunga yang dimaksud adalah tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Di dalam kenyataannya, penerapan sistem bunga membawa akibat-akibt negarif sebagai berikut ;
a. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti, smentara itu ia tetap wajib membayar presentase pengambilan sejumlaah uang yang tetap berada dalam jumlah pokok pinjaman.
b. Penerapan system bunga mengakibatkan eksploitasi pemerasan oleh orang kaya terhadap orang miskin.
2) Sistem yang ada sekarang memiliki kecenderungan konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan kelompok elit, para banker dan pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan kecemburuan social yang pada akhirnya dikhawatirkan akan mengakibatkan konflik –konflik antar kelas sosial yang akan mengganggu stabilitas nasional maupun perdamaian internasional
3) Sistem perbankan yang menerapkan sistem bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebih-lebihan. Penyebabnya adalah cara penciptaan uang baru tersebut dalam suatu sistem berdasarkan bunga tergantung pada operasi-operasi peminjaman bank-bank komersial.
4) System perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam memebantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan ditingkat internasional maupun ditingkat nasional.
5) Didalam era pembangunan ekonomi setiap Negara dewasa ini peranan lembaga perbankan sangat besar dan menentukan.
Dengan beroperasinya bank yang berdasarkan prinsip syariat islam diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya suatu sistem ekonomi islam yang menjadi keinginan bagi setiap Negara islam atau Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Dalam hubungan inilah terbentuknya organisasi lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip islam merupakan modal bagi pertumbuhan system ekonomi menuju kearah sistem ekonomi islam.


Readmore »

18 May 2009

Produk-Produk Bank Syariah

Diantara keluhan terhadap perbankan syariah adalah karena sedikitnya produk yang dapat mengakomodasikan kebutuhan masyarakat, berbeda dengan perbankan konvensional yang terlihat aktif dengan merekayasa produknya. Ini disebabkan oleh beberapa kendala, seperti masalah regulasi, perlakuan yang cenderung menyamaratakan semua bank, sumber daya, dan sebagainya.Padahal jika perbankan syariah dibebaskan untuk mengembangkan produknya sendiri menurut teiri perbankan islam, maka produknya akan sangat variatif mengikuti produk-produk hukum syariah. Disamping itu, sifat produk perbankan syariah yang tidak mengambil bunga sebagai ukuran, berdampak pada stabilisasi nilai mata uang, karena perbankan syariah tidak bisa dipisahkan dari transaksi riil. Dengan demikian, produk perbankan syariah tidak mengakibatkan bulat economics.
ika pra syarat tersebut diatas terpenuhi, maka tinggal usaha perbankan syariah untuk mengolah produk tersebua agar bisa kompetitif dengan produk lainnya didunia perbankan, serta diadaptasikan dengan teknologi yang sedang dan akan berkembang.

Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :
1. Produk Penyaluran Dana
2. Produk Penghimpunan Dana
3. Produk Jasa

1. Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan yaitu :


a) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli.
b) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
c) Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil
.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudhrabah.

1.1. Prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti :

a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.



b) Salam
Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada, sehingga
barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.
Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual.

c) Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

1.2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan)

1.3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil adalah :

a) Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.

b) Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.

1.4. Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiyaan. Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar timbul.

a) Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.

b) Rahn
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

c) Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.




d) Wakalah
Wakalah dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.

e) Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan

2. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.

a. Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.

b. Mudharabah
I. Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.



II. Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk investsi-investasi tertentu.

III. Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan menjadi mudharib.

c. Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

3. Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :

a. Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

b. Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut


Readmore »

17 May 2009

PENGERTIAN SEJARAH DAN DASAR PEMIKIRAN BANK SYARIAH

1. Pengertian Bank Islam
Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank adalah badan usaha yang menhimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalm bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan bank islam adalah bank syariah, menurut ensiklopedi islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah islam .Di dalam operasionalisasinya bank islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan di jaman rasulullah, bentuk-bentuk usah ayng telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh rasullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama’ yang tidak menyimpang dari Al Qur’an dan Al Hadis.
Sedangkan menurut Drs. H. Karnaen Perwata Atmadja pengertian bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam yang tata cara operasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al hadis.

2. Sejarah Berdirinya Bank Islam
Pada zaman pra- islam sebenarnya telah ada bentukbentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan dalam bisnis modern. Bentu-bentuk itu misalnya al-musyarokah, at -takaful, kredit pemilikan barang dan pinjam dengan tambahan bunga
Bentuk-bentuk perdagangan tersebut telah berkembang dijazirah arab khususnya berpusat di kota makah, jedah dan madinah. Jazirah arab yang berada di jalur perdagangan antara Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi oleh bentuk-bentuk ekonomi mesir purba, yunani kuno da romawi sekitar 2500 tahun sebelum masehi telah mengenal system perbankan . Demikian di Babilonia yang menjadi wilayah irak juga telah mengenal system perbankan +- 2000 tahun sebelum masehi .
Sikap umat terhadap larangan riba pada waktu itu sangat patuh. Ternyata kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan terbukti mampu mengantarkan umat islam kepada masa kejayaan mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian.
Pada masa Rasullah secara umum bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman rasulullah. Praktek-praktek seperti ini : menerima titipan harta, memnijamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, sserta melakukan pengiriman uang telah lazim dilaksanakn sejak zaman rasulullah.

Secara kolektif gagasan berdirinya bank islam ditingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara islam se dunia, di kualalumpur Malaysia pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memetuskan beberapa hal yaitu :
• Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi jika tidak dia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram.
• Diusulkan supaya bank islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin
• Sementara menunggu berdirinya bank islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi namun jika benar-benar dalam keadaan darurat
Oleeh karena bunga uang secara fiqih dikatagorikan riba yang berarti haram, disejumlah Negara islam dan berpenduduk mayoritas islam mulai berpikir untuk mendirikan lembaga bank al ternatif non ribawi. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an , eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an dimana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan dipedesaan Negara itu.
Namun pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif dimasa modern ini dilakukan dimesir pada tahun 1963 dengan berdirinya Mitt Ghamr local saving bank.

3. Dasar- Dasar Pemikiran Terbentuknya Bank Islam
Dasar pemikiran terbentuknya bank islam bersumber dari adanya larangan riba di dalam al Qur’an dan Al Hadis seperti yang tersebut dalam Al Qur’an surat ( Al Baqarah ayat 275), dan Al Quran surat (Al Baqarah 276), (Al Baqarah 278-279) dll.
Selain mendasarkan pada ketentuan Al Qur’an dan Al Hadis berdirinya bank islam juga didasari oleh pernyataan-pernyataan sebagai berikut :
1) Praaktek-praktek system bunga dan akibatnya. System bunga yang dimaksud adalah tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Di dalam kenyataannya, penerapan sistem bunga membawa akibat-akibt negarif sebagai berikut ;
a. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti, smentara itu ia tetap wajib membayar presentase pengambilan sejumlaah uang yang tetap berada dalam jumlah pokok pinjaman.
b. Penerapan system bunga mengakibatkan eksploitasi pemerasan oleh orang kaya terhadap orang miskin.
2) Sistem yang ada sekarang memiliki kecenderungan konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan kelompok elit, para banker dan pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan kecemburuan social yang pada akhirnya dikhawatirkan akan mengakibatkan konflik –konflik antar kelas sosial yang akan mengganggu stabilitas nasional maupun perdamaian internasional
3) Sistem perbankan yang menerapkan sistem bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebih-lebihan. Penyebabnya adalah cara penciptaan uang baru tersebut dalam suatu sistem berdasarkan bunga tergantung pada operasi-operasi peminjaman bank-bank komersial.
4) System perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam memebantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan ditingkat internasional maupun ditingkat nasional.
5) Didalam era pembangunan ekonomi setiap Negara dewasa ini peranan lembaga perbankan sangat besar dan menentukan.
Dengan beroperasinya bank yang berdasarkan prinsip syariat islam diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya suatu sistem ekonomi islam yang menjadi keinginan bagi setiap Negara islam atau Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Dalam hubungan inilah terbentuknya organisasi lembaga perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip islam merupakan modal bagi pertumbuhan system ekonomi menuju kearah sistem ekonomi islam.


Readmore »

Pengertian Zakat Mal


Pengertian Zakat Maal

1. Pengertian
Zakat maal yaitu zakat yang harus dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah memenuhi syarat, haul, nisab dan kadarnya.
Menurut Undang-Undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dalam penjelasan pasal 11 ayat (1). Zakat maal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Adapun jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang dikemukakan secara terperinci dalam al-qur’an dan al-hadist, pada dasarnya ada empat jenis yaitu: tanam-tanaman, buah-buahan, hewan ternak, emas dan perak, serta harta perdagangan.Sedangkan menurut Sayyid Sabiq , harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu emas, perak, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, perdagangan, hewan ternak, barang tambang, harta temuan (rikaz). Kesimpulannya harta yang wajib dizakati digolongkan dalam kategori:
a. Emas, perak dan uang
b. Barang yang diperdagangkan
c. Hasil peternakan
d. Hasil bumi
e. Hasil tambang dan barang temuan
2. Dasar Hukum, Nisab, Kadar dan Waktu pengeluaran
a. Emas, Perak dan Uang
Kewajiban mengeluarkannya setelah memenuhi persyaratan tertentu yang dinyatakan dalam surat At-Taubah ayat 34:
ﻮﺍﻟﺬﻴﻦ ﻴﻜﻨﺰﻮﻦ ﺍﻠﺬﻫﺏ ﻮﺍﻟﻔﺿﺔ ﻮﻻﻴﻨﻔﻘﻮﻨﻬﺎ ﻔﻰﺴﺒﻴﻞ ﺍﻟﻟﻪ ﻔﺒﺸﺮﻫﻡ ﺒﻌﺬﺍﺏ ﺍﻟﻴﻡ
Artinya :”Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah mereka (bahwa mreka akan mendapat) siksa yang pedih”.
Adapun syarat utama zakat emas, perak dan uang adalah mencapai nisab dan haul. Besar nisab dan jumlah yang wajib dikeluarkan berbeda-beda. Nisab emas adalah 20 dinar lebih kurang sama dengan 94 gram emas murni. Nisab perak adalah 200 dirham lebih kurang sama dengan 672 gram. Sedangkan nisab uang baik kartal maupun giral adalah senilai 94 gram emas. Masing-masing zakatnya dikeluarkan sebesar 2,5 %
b. Barang yang diperdagangkan
Dasar hukum kewajibannya adalah dalam surat Al-Baqarah ayat 267
Ada tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan. Pertama, niat berdagang, kedua mencapai nisab dan ketiga, telah berlalu satu tahun (haul)
Besarnya nisab senilai denagn 94 gram emas, dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % yaitu setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun.
c. Hasil peternakan
Dalam beberapa hadist dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu, ada tiga jenis hewan ternak yang dikeluarkan zakatnya yaitu unta, sapi, dan domba atau kambing.
Adapun persyaratan utama kewajiban zakat peternakan sebagai berikut:
1) Mencapai nisab, untuk kambing atau biri-biri adalah 40 ekor, setiap 40-120 ekor zakatnya 1 ekor dan seterusnya setiap penambahan 100 ekor maka bertambah zakatnya 1 ekor. Nisab sapi adalah 30-39 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur 1 tahun lebih, 40-59 ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih, 60-69 ekor zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun lebih, 70-79 ekor zakatnya 2 ekor sapi berumur 1 tahun dan 2 tahun lebih. Nisab kerbau sama dengan sapi.
2) Telah melewati satu tahun (haul)
3) Digembalakan ditempat penggembalaan umum, tidak diperuntukan keperluan pribadi pemiliknya dan tidak pula dipekerjakan.
d. Hasil bumi (makanan pokok dan buah-buahan)
Pengeluaran zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki tetapi harus dikeluarkan setiap kali panen atau menuai. Nisabnya kurang lebih 1.350 Kg gabah, 750 Kg beras, sedangkan kadarnya 5 % untuk hasil bumi untuk irigasi, 10 % untuk hasil bumi tanpa irigasi.
e. Hasil tambang dan barang temuan (ma’dim dan rikaz)
Dalam kitab-kitab hukum (fiqh) islam, barang tambang dan barang temuan yang wajib dizakati hayalah emas dan perak saja. Nisab barang tambang adalah sama dengan nisab emas (94 gram) dan perak (672 gram). Kadarnya pun sama yaitu 2,5 % dikeluarkan setiap kali barang tambang tersebut selesai diolah.
Sedangkan barang temuan zakatnya dikeluarkan setiap kali orang menemukan barang tersebut, menurut kesepakatan ulama empat mahzab, harta rikaz wajib dizakati seperlimanya (20 %) tidak ada nisab.


Readmore »

13 May 2009

Penjelasan UU RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat

1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang RI no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat merupakan Undang-undang yang baru. Sesuai dengan dengan namanya, undang-undang No 38 Tahun 1999 ini lebih menekankan pada aspek pengelolaan zakat, yakni kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan dana zakat. Di dalam undang-undang tersebut, kita tidak akan menemukan ketentuan nisab, kadar, dan waktu pengeluaran zakat. Hal yang terbanyak diungkapkan di dalam undang-undang no 38 tahun 1999 ini adalah tentang prinsip-prinsip dan teknis pengelolaan zakat.
Sebenarnya gagasan untuk membuat undang-undang tentang pengelolaan dana zakat ini sudah ada pada zaman orde baru. Karena, zakat merupakan suatu ibadah yang dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, maka pemerintah secara akomodatif membuat suatu aturan-aturan yang berproses untuk mengakomodir ibadah ini.
Adapun latar belakang dikeluarkannya undang-undang nomor 38 tahun 1999 ini tentang pengelolaan zakat adalah:1. Adanya pasal 19 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.
2. Penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam di Indonesia yang mampu dan berhasil mengumpulkan dana zakat yang merupakan sumber dana yang berpotensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan umat.
3. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan masyarakat yang kurang mampu.
4. Upaya sistem pengelolaan dana zakat perlu harus ditingkatkan agar hasil guna dan berdaya, untuk itu diperlukan undang-undang pengelolaan dana zakat.
Dengan dibentuknya undang-undang pengelolaan zakat ini diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran Muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka penyucian diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat Mustahiq dan meningkatkan keprofesionalan lembaga zakat dalam mengelola zakat itu sendiri, yang semuanya untuk mendapatkan ridha dari Allah Swt.

Maka patut kita syukuri telah lahir undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Ketentuan ini semakin mengokohkan eksistensi BAZIS di Negara kita.
Hal ini merupakan dukungan terhadap tuntunan Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Adapun pengelolaan zakat adalah meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama Islam, meningkatkan fungsi dan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna dana zakat itu sendiri.
Dalam perspektif Islam salah satu wujud meningkatkan peran serta umat Islam dalam pembangunan nasional yang sejalan dengan rukun Islam adalah, dalam bentuk pemberian zakat. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Sehingga, zakat merupakan sumber dana potensial yang perlu dikelola secara profesional dan bertanggungjawab untuk memajukan kesejahteraan umum.
Untuk menjadi badan pengelolaan zakat yang dapat dipercaya masyarakat, keadaan ini akan memaksa pengelolaan zakat untuk mempunyai manajemen pengelolaan zakat yang baik. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang terlaksananya fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan terhadap pendayagunaan atau pendistribusian dana zakat.
Akan tetapi pola manajemen dan pengelolaan zakat di Indonesia dinilai belum optimal dikelola dengan baik, karena kurangnya tenaga ahli yang profesional, sehingga zakat yang memiliki banyak fungsi, bahkan belum diatur oleh pemerintah dengan benar sesuai syariah, adapun fungsi zakat tersebut adalah:
a. Zakat itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
b. Zakat merupakan sarana pencintaan kerukunan hidup antara golongan kaya dengan golongan fakir miskin.
c. Membersikan harta yang kotor, karena telah telah tercampur dengan harta Mustahiq (Golongan orang yang menerima zakat).
d. Memberikan modal kerja kepada golongan lemah untuk menjadi manusia yang mampu hidup secara layak.
e. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam.
f. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan.
Zakat umumnya yang kita kenal hanya Zakat Fitrah, Zakat Maal (emas dan perak), zakat perdagangan dan pertanian, padahal zakat di dunia perekonomian modern memiliki sumber lebih beragam seperti zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, dan lainnya yang membutuhkan sebuah lembaga dengan para pengelola (Amil) yang profesional agar dapat mengatur dan mengembangkan sumber zakat tersebut.
Pengelolaan zakat yang profesional terutama dalam manajemen zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagaimana dirumuskan menjadi lebih teknis, operasional dan terukur yaitu usaha bersama untuk menanamkan keyakinan, menumbuhkan sikap dan prilaku umat manusia baik perorangan maupun kelompok dengan cara lisan dan perbuatan menurut nilai-nilai ajaran Islam untuk dihayati dalam kehidupan sehari-hari secara pribadi, keluarga dan masyarakat sehingga menjadi ummat yang sejahtera lahir dan batin, bahagia dunia dan akhirat.



2. Teori Pengelolaan Zakat
Zakat, sebagai salah satu bentuk peribadatan yang lebih mengedepankan nilai-nilai sosial disamping pesan-pesan ritual, tampak memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Bisa diduga hampir sepanjang usia umat manusia itu sendiri (generasi Nabi Adam As) atau paling sedikit mulai generasi beberapa Nabi Allah sebelum Nabi Muhammad Saw.
Akan halnya empat rukun Islam yang lain, yakni : Syahadat, Shalat, Puasa, dan Haji, zakat umum diposisikan sebagai rukun ketiga, pada dasarnya juga telah disyariaatkan Allah sejak generasi para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Bahkan tidak menutup kemungkinan sejak zaman Nabi Adam As. Hal-hal yang dikemukakan di atas jelas-jelas mengindikasikan wujud persyariatan zakat kepada para Nabi Allah yang terdahulu. Hanya saja, umat mereka (umat Nabi sebelum Nabi Muhammad) mengingkari persyariatan zakat ini. Pengingkaran itu, sesungguhnya tidak hanya terjadi pada masa-umat sebelum Nabi Muhammad Saw.
Dalam pengelolaan zakat secara produktif (dimensi sosial ekonomi) banyak menghadapi permasalahan, diantaranya :
a) Fiqh zakat yang berkembang dan dipahami oleh umat Islam Indonesia merupakan hasil rumusan para Ulama terdahulu sehingga banyak yang tidak sesuai dengan perkembangan keaadaan zaman.
b) Belum adanya persamaan persepsi dan langkah dalam pengelolaan zakat, sehingga mereka melakukannya secara sendiri-sendiri baik perorangan maupun kelompok sesuai dengan kepentingannya.
c) Belum adanya pola (manajemen) pengelolaan zakat yang standar untuk menjadi pedoman.
d) Kurangnya motivasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan zakat.
Pada masa yang akan datang, perlu sebuah rumusan dan langkah pengelolaan zakat yang profesional dan bertanggungjawab serta mendapat dukungan dari semua kelompok umat Islam, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pendayagunaan diarahkan untuk usaha-usaha produktif.
Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Muslim sebenarnya memiliki potensi strategi yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan secara kultural, kewajiban zakat, dorongan untuk berinfaq, dan bershadaqah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat Indonesia, secara ideal, bisa terlihat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila semua itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional.


Secara substantif, zakat, infaq, dan shadaqah merupakan bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambilkan dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan kepada orang-orang yang kekurangan. Zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya, juga tidak melecehkan jerih payah orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil harta yang wajib dizakati. Jadi, alokasi dana zakat dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu.
Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan shadaqah tidak wajib, dua institusi ini merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam yang sangat dianjurkan. Artinya, infaq dan shadaqah merupakan media untuk memperbaiki taraf kehidupan, selain kewajiban zakat bagi orang Islam yang mampu. Dengan demikian, dana zakat, infaq, dan shadaqah bisa diuapayakan secara maksimal untuk memperdayakan ekonomi masyarakat.
Pengembangan pemaknaan zakat semacam ini perlu dilakukan karena pemaknaan zakat oleh seseorang atau lembaga dapat mempengaruhi orientasi dan model pengelolaan dana zakat dalam kehidupan bermsyarakat dan bernegara. Secara teologis, zakat adalah memberikan sebagian kekayaannya untuk orang lain atas dasar kepatuhannya kepada Allah Swt. Sedangkan secara sosial ekonomi, zakat diharapkan dapat membantu dan memperbaiki taraf sosial-ekonomi penerimanya serta mempererat hubungan si kaya dan si miskin. Selain itu, apabila zakat dimaknai secara politis strategis, maka zakat juga diharapkan mampu memberikan implikasi yang besar pada penguatan daya tahan bangsa dalam melangsungkan kehidupannya. Demikian pula dengan pengembangan pemaknaan infaq dan shadaqah.
Dalam perspektif nasional, lembaga amil zakat diharapkan tidak hanya terpaku untuk memikirkan kebutuhan sendiri, melaikan juga harus peduli terhadap warga masyarakat untuk mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Kehadiran lembaga amil zakat selain bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, da makmur. Jadi, peningkatan daya guna lembaga amil zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat, mesti dilestarikan.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa dua undang-undang penting yang berkenaan dengan soal perzakatan ditanah air dilahirkan, yakni UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dan salah satu tahap penting setelah proses legislasi selesai dilakukan adalah tahap implementasi termasuk didalamnya adalah proses institusionalisasi. Institusionalisasi dari UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat tersebut kiranya akan lebih banyak mengenai lembaga pengelolaan zakat (LPZ). Sebagaimana telah dimaklumi juga, LPZ-LPZ sebelum UU Pengelolaan Zakat dilahirkan bukannya tidak ada. Sudah ada, bahkan jumlahnya baik yang dibentuk atas prakarsa masyarakat atau pemerintah, juga cukup banyak.
Berlakunya undang-undang tersebut jelas akan memberikan implikasi yang cukup banyak terhadap Lembaga Pengelola Zakat baik yang sudah ada maupun yang akan diadakan.
Entah harus dimulai dari mana mengurus terabaikannya zakat selama ini. Kalau ditelusuri ke belakang pada masa penjajahan, memang zakat tidak akan menjadi sesuatu yang missal mengingat perbedaan kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan menurut penelitian Aqib Sumito dalam karyanya, Politik Islam Hindia Belanda, dana kas Masjid di sebuah daerah Jawa Timur, digunakan untuk merehab rumah seorang pejabat Hindia Belanda. Lantas bila diusut jauh lagi kebelakang, juga masih ada tanda tanya besar, apakah zakat sudah menjadi bagian keseharian dari budaya Indonesia dimasa kerajaan-kerajaan Islam?. Informasi tentang sejarah zakat di Indonesia memang sangat minim. Tetapi bila di tinjau dari sosial, berlangsungnya dakwah sedikit lebih banyak telah ditopang oleh sistem zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) yang tumbuh dimasyarakat.
Berbeda dengan perkembangan perbankan syariah, pertumbuhan lembaga pengelola zakat (LPZ) pun berjalan seolah tanpa persiapan yang matang. Pada tahun 1968, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), menggelar seminar zakat. Seusai seminar, Presiden mendukung pembentukan Lembaga Amil Zakat berdasarkan SK No. 07/Prin/1968. Berdasarkan SK itu, Guberbur DKI Jakarta, segera membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) dengan SK Gubernur GB/14/8/18/68 tahun 1973. Dari nama BAZ dirubah menjadi BAZIS, karena juga menghimpun dana Infaq dan Shadaqah.
Artinya jelas, tanpa pendidikan mengelola zakat, BAZ berjalan hanya berdasarkan surat keputusan saja. Maka hingga awal tahun 90-an, secara resmi bicara zakat adalah bicara BAZIS. Karena ditopang lebih serius oleh Pemda DKI, maka BAZIS DKI menjadi satu-satunya referensi perusahaan bermunculan Baitul Maal (BM) yang menghimpun dana ZIS karyawan setempat.
Pada tahun 1990, DPR menyetujui rancangan UU tentang zakat yang kemudian tersahkan menjadi UU. Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Artinya disahkannya UU itu, sedikit banyak tak lepas kaitannya dengan peran dan eksistensi LPZ non-pemerintah. Dan memang dalam UU itu, keberadaan LPZ non-pemerintah diakui eksistensinya. Pada saat yang bersamaan, dengan kelahiran UU No. 38 tahun 1999, di masyarakat sendiri sudah terdengar kabar, bahwa akan lahir sebuah lembaga yang khusus berkiprah dalam penyiapan SDM LPZ. Maka di awal tahun 2000, lembaga bernama Institut Manajemen Zakat (IMZ) itu lahir.



Dasar-dasar hukum pengelolaan zakat adalah :
a) Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
b) Perundang-undangan RI Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
c) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
d) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan Nasional Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembentukan Undang-undang dasar 1945. Untuk mewujudkan tujuan Nasional tersebut, perlu dilakukan upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat. Zakat merupakan sumber dana potensial. Agar zakat dapat dimanfaatkan bagi pembangunan Bangsa dan ketahanan Negara, terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
B. Deskripsi Data
Perdebatan mengenai UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat merupakan sesuatu hal yang menarik. Hal menarik inilah yang melatar belakangi penelitian ini. Setelah membaca UU No 38 Tahun 1999 ini tentang pengelolaan zakat tentu banyak persepsi masyarakat yang menyikapi tentang pengelolaan zakat ini terlebih lagi warga masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat.
Dalam hal ini, objek penelitiannya berasal dari kalangan masyarakat, yaitu masyarakat Kelurahan Palmerah Jakarta Barat. Mengingat bahwa masyarakat Kelurahan Palmerah yang sangat rajin membayar zakat, dan nalar tentang keagamaannya sangat tinggi, yang diimbangi akhlak dan moral yang baik, baik hal menerima, meresap, menyaring, dan memanfaatkan segala bentuk berita dan informasi yang didapat.

Readmore »

12 May 2009

Apa Itu Sistem Informasi Manajemen Dakwah

Oleh: Abdul Hamid

Dunia masa depan adalah dunia informasi. Maju tidaknya suatu bangsa atau suatu Negara ditentukan oleh penguasa bangsa atau Negara atas informasi yang kian kompleks dan canggih. Bangsa Indonesia hanya akan berkembang maju apabila mampu menguasai informasi. Kalau informasi itu beum belum kita miliki, kita harus berupaya mendapatkannya dengan cara apapun.
Sebuah sistem informasi manajemen (SIM) adalah sebuah sistem informasi yang selain melakukan semua pengolahan transaksi yang perlu untuk sebuah organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusan. Sistem informasi yang demikian itu telah ada sebelum munculnya komputer. komputer telah menambahkan sebuah teknologi baru dan ampuh pada sistem informasi.

Karena itulah, materi pada mata kuliah SIM-MD salah satunya adalah Evolusi Konsep SIM dan Komputerisasi Sistem Informasi Manajemen, yang akan dibahas dalam makalah ini.Evolusi Konsep SIM dan Komputerisasi Sistem Informasi Manajemen

A. Evolusi Perkembangan Konsep SIM
Gagasan sebuah sistem informasi untuk mendukung manajemen dan pengambilan keputusan telah ada sebelum dipakainya komputer, yang memperluas kemampuan keorganisasian untu menerapkan sistem semacam itu.

Banyak dari gagasan yang merupakan bagian SIM berkembang atau berevolusi dari bagian ilmu pengetahuan lain. Ada empat bidang pokok konsep dan pengembangan sistem yang sangat penting dalam melacak asal mula konsep SIM:

1. Perukunan Manajerial
2. Ilmu pengetahuan Manajemen
3. Teori Manajemen, dan
4. Pengolahan Komputer

Sistem pelaporan untuk oraganisasi yang dikembangkan oleh perukunan manajerial pada umumnya mencerminkan gagasan perukunan tanggungjawab (Responsibility Accounting) dan perukunan mampulaba (Profitibility Accounting). Dalam ancang-ancang ini setiap manajer menerima laporan dalam lingkup tanggungjawabnya. Laporan-laporan dari tingkat bawah digabung untuk memberikan ikhtisar laporan tingkat manajemen berikutnya, dan seterusnya.

Ilmu pengetahuan manajemen adalah sebuah perkembangan penting dalam sistem informasi manajemen yang berdasarkan komputer, karena ilmu pengetahuan manajemen telah mengembangkan prosedur-prosedur untuk analisis dan pemecahan berdasarkan komputer dalam banyak jenis persoalan keputusan.

Teknologi komputer merupakan faktor penting dalam perkembangan SIM. Tanpa kemampuan komputer, konsep sebuah SIM tidak dapat diwujudkan.

Dalam memahami evolusi konsep SIM, perkembangan terakhir dalam teori manajemen cukup pesat. Bila dalam ilmu pengetahuan manajemen perkembangannya menekankan optimisasi sebagai tujuan, maka teori manajemen menekankan pemuasan (Yaitu mencapai pemecahan yang memuaskan) dan mempertimbangkan keterbatasan manusia dalam mencari pemecahan.

B. Komputerisasi Sistem Informasi Manajemen

a. Perkembangan Komputer Dari Masa ke Masa
Istilah komputer atau dalam bahasa Inggris “Computer” bersumber dari kata “Computere” yang secara harfiah berarti “ Menghitung” atau “Memperhitungkan.

Menurut para ahli, program penyelidikan ruang angkasa yang dilakukan oleh Negara-Negara Super Power, tak mungkin dilaksanakan tanpa komputer.

Berdasarkan sejarah komputer, manusia pertama yang menciptakan komputer adalah Charles Babbage, seorang ahli matematika berkebangsaan Inggris, ketika pada tahun 1833 menampilkan mesin komputer yang dinamakan “General Purpose Digital Computer “.

Sejak Charles Babbage meninggal pada tahun 1871, tidak terdapat kemajuan berarti dalam hal komputer ini. Baru pada tahun 1937 Prof. Howard Aiken dari University Harvard mencoba membangun mesin “Automatic Calculating” dan selesai tahun 1944 dengan diberi nama Mark1.

Dalam perkembangannya, komputer secara elektronik penuh mengalami beberapa generasi, yakni :

1. Generasi Pertama (1945-1959)
Pada tahun 1945 itu adalah tampilnya mesin komputer yang diberi nama ENIAC ( Electronic Numerical Integrator and Calculator) yang merupakan “General Purpose Computer” atau komputer untuk segala tujuan, yang keseluruhannya dijalankan secara elektronik. Yang menciptakannya adalah Prof. John W. Mauchly dan Prosper Eckert dari University Pensylvania dengan menggunakan fasilitas dari Moore School Of Electrical Engineering.

Pada tahun ke tahun mesin komputer ini terus-menerus berkembang sehingga sejumlah perusahaan dapat menciptakan berbagai merk, IBM terkenal dengan Mark Computer Seriesnya, Burrough dengan Magnetic Drum Computer Type E 101 dll. Mesin-mesin komputer yang termasuk generasi pertama itu terus dikembangkan sampai muncul kelompok mesin komputer generasi berikutnya.

2. Generasi Ke Dua (1959-1965)
Generasi ke dua ini menimbulkan banyak keuntungan pada pihak pemakai, antara lain karena mesin-mesin tersebut lebih kecil sehingga menjadi lebih ringan, semakin tinggi daya ingatnya, semakin cepat proses pengolahan datanya, semakin besar daya tampungnya dan yang paling penting semakin tinggi daya kemampuannya untuk memecahkan permasalahan yang rumit-rumit.

Kemajuan yang dapat dicatat dalam perkembangan komputer generasi yang ke dua ini ialah diciptakannya oleh Control Data Corporation (CDC) yaitu sebuah mesin komputer dengan model 6600 Super Computer yang dapat menyelesaikan tiga juta operasi per tiga detik. Berikutnya Model 7600 dengan bentuk yang lebih besar yang bisa melaksanakan dua puluh lima juta operasi per detik.

3. Generasi Ke Tiga (1965-Sekarang)
Penggunaan peralatan elektronik yang baru ini menyebabkan timbulnya keuntungan baru bagi para pemakai dalam hal kapasitasnya, fasilitas programnya semakin lengkap, kemampuannya dalam programming dan processing secara ganda dalam waktu yang sama. Dalam hal jumlah tenaga manusia lebih sedikit, tidak terbatasnya instruksi-instruksi dan kecepatannya yang luar biasa.

b. Komputerisasi di Indonesia
Indonesia pertama kali mengenal komputer pada tahun 1956 pada waktu itu Bank Sentral Indonesia membeli sebuah komputer merk Unival System 1004 buatan Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1964 didatangkan komputer untuk keperluan TNI angkatan darat di Bandung, 3 tahun kemudian untuk ITB sebagai perguruan tinggi pertama yang mempergunakan komputer dengan jenis yang sama yaitu IBM System 1401.

Pada tahun 1977 ada 11 lembaga pemerintah yang mulai menggunakan lebih dari 1 unit komputer. Yang paling banyak menggunakan komputer adalah Pertamina, PLN, BI, Garuda Indonesia, Airways, PN Pupuk Sriwijaya, dan Perum Telkom.

Bersamaan dengan meningkatnya jumlah instansi komputer di Indonesia dewasa ini telah banyak yang mendirikan “Software Companies”. Perusahaan ini dalam proses komputerisasinya memegang peranan yang penting, karena perusahaan inilah yang melakukan study kelayakan pengembangan informasi dan penilaian sistem informasi.

c. Beberapa Alternatif Komputerisasi
• Memiliki sendiri
• Menyewa
• Mengadakan Bagi Waktu
• Membeli Jasa “Pusat Data”

Kesimpulan

Betapa beruntungnya kita karena merasakan kecanggihan teknologi yang saat ini telah siap pakai khususnya komputer. Padahal komputer ini, bila dilihat perkembangannya ternyata cukup rumit sampai menjalani beberapa priode. Yang disebut generasi pertama mulai tahun 1945-1959, generasi ke dua tahun 1959-1965 dan akhirnya perkembangan yang semakin pesat pada tahun 1965 sampai sekarang atau disebut generasi ketiga.

Dulu hanya beberapa lembaga pemerintahan atau perusahaan saja yang bisa menggunakan komputer, namun sekarang bisa dikatakan semua orangpun baik dewasa maupun anak-anak, baik perkantoran maupun individu semuanya bisa menikmati teknologi canggih ini. Sehingga informasi pun lebih mudah untuk diterima atau disampaikan. Oleh karena itu, sistem informasi manajemen untuk harus banyak kita galih lagi melalui dengan media komputer. Masih banyak sekali hal-hal yang belum diketahui oleh lembaga-lembaga dakwah atau da’I perorangan yang belum mengetahui tentang betapa pentingnya sistem informasi manajemen dakwah sebelum kita berdakwah

Readmore »

10 May 2009

SOSIALISASI GERAKAN DAKWAH

Apabila gerakan dakwah hanya melakukan lingkar kegiatan ideologisasi, akan berdampak pada eksklusivitas dan ketersembunyian gerakan dari public. Oleh karena itu, apabila konsolidasi personal dan struktural telah mencapai batas ambang yang dianggap memadai, maka gerakan dakwah harus mulai membuka diri dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara luas, dan pada saat yang sama melakukan rekrutmen publik secara masif.
Argumen Urgensi Sosialisasi Gerakan

Tiga alasan berikut memperkuat keharusan melakukan sosialisasi gerakan dakwah. Pertama, adanya contoh kegiatan sosialisasi gerakan dakwah di zaman kenabian. Kedua, sifat ajaran islam yang menampik perilaku antisocial. Ketiga, manusia memiliki kebutuhan social.Pelajaran dari Gerakan Islam di Zaman KenabianDakwah ditujukan kepada siapa saja, untuk meningkatkan kapasitas keberagaman masyarakat. Kita lihat Rasulullah dan para sahabat, sesuai misi kedatangan Islam, telah mampu membawa Islam dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Sentuhan-sentuhan langsung dengan berbagai urusan public, berhubungan dengan bermacam patologi social yang tersebar di tengah kehidupan, serta memberikan berbagai solusi praktis adalah bentuk-bentuk apresiasi keberislaman mereka.

Islam Menolak Perilaku Antisosial

Islam adalah agama yang menampik perilaku antisocial, sebab perilaku ini tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan amat tegas Rasul mulia memberikan pengarahan:
"Orang-orang yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas cobaan mereka lebih baik dan lebih besar pahalanya daripada orang-orang yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas cobaan mereka".

Manusia Memiliki Kebutuhan Sosial

Manusia secara fitrah dan naluriah menghajatkan sentuhan sosial untuk berbagai kebutuhan dasar kehidupan mereka. Kesejahteraan, kecukupan kehidupan, rasa keamanan, perlindungan terhadap hak milik dan hak asasi mereka, adalah contoh kebutuhan social yang tak terelakkan. Manusia dimanapun tempatnya dan apapun agama mereka, senantiasa memerlukan interaksi social, saling memberi, saling membantu, saling memanfaatkan.

Sosialisasi Gerakan Dakwah

Lingkar kegiatan sosialisasi gerakan dakwah berorientasi kepada beberapa sasran berikut:

Meningkatnya kapasitas keberagamaan masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat religius yang melaksanakan kewajiban beragama.
Muncul dan menguatnya opini-opini positif tentang Islam, dan opini-opini Islami dalam berbagai bidang kehidupan baik social, ekonomi, poltik, hukum, hankam, HAM, dan lain sebagainya.
Muncul dan menguatnya penampilan Islam (al Mazhar al Islami) di tengah masyarakat .
Muncul dan menguatnya dukungan public terhadap dakwah dan gerakan dakwah
Terekrutnya berbagai elemen masyarakat secara luas untuk menjadi pelaku dan pendukung dakwah

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam rangka mencapai sasaran mihwar sya'bi tersebut, diantaranya adalah:

Menguatkan peran publik para aktivis dakwah ditengah masyarakat, dengan jalan interaksi social dan pembuatan kegiatan-kegiatan social untuk meningkatkan citra positif dan kedekatan serta ketokohan aktivis dakwah di tengah masyarakat .
Mengintensifkan kegiatan dakwah 'amah (umum) di tengah masyarakat untuk membina dan meningkatkan potensi keislaman mereka
Membuat wajihah atau wadah berkegiatan yang formal agar para aktivis dakwah bisa berinteraksi secara luas dengan berbagai kalangan masyarakat melalui wajihah tersebut. Wajihah ini dibuat oleh gerakan dakwah untuk sarana berinteraksi secara langsung dengan masyarakat.
Membuat wadah-wadah atau lembaga yang menghimpun potensi masyarakat untuk diinteraksikan dengan para aktivis dakwah. Lembaga ini dibuat bersama-sama antara masyarakat dengan para aktivis dakwah
Mengoptimalkan peran media massa baik cetak maupun elektronik untuk penyebaran opini, persepsi dan informasi kepada masyarakat.
Melakukan komunikasi dan silaturahim dengan tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi social politik, untuk membangun jaringan dan kebersamaan
Melakukan komunikasi dan silaturahim dengan tokoh-tokoh gerakan dakwah dan lembaga-lembaga dakwah Islam untuk menyamakan visi pergerakan serta merajut jalinan kerjasama yang positif antar elemen gerakan dakwah

Rekrutmen pada Lingkar Kegiatan Sosial

Rekrutmen (tajnid) pada lingkar kegiatan sosialisasi tidak semata-mata berorientasi kepada bergabungnya personal pilihan menjadi "bagian dalam" dari gerakan Islam, namun berorientasi mendekatkan masyarakat pada kultur keislaman, dengan harapan mereka bisa memberikan kontribusi optimal sesuai potensi mereka masing-masing. Kontribusi yang diharapkan bisa bersifat langsung atau tidak langsung terhadap gerakan dakwah.

Langkah-Langkah Rekrutmen Publik

Untuk bisa melakukan tajnid jamahiri (rekrutmen public), atau pengumpulan potensi secara missal dari masyarakat, ada enam langkah yang harus dipenuhi gerakan dakwah:




Pemetaan Sosial
Pemetaan yang jeli atas realitas masyarakat menjadi langkah awal untuk melakukan rekrutmen public. Rekayasa social adalah sebagian watak dasar dakwah Islam. Istilah ini menunjuk pada perubahan bentuk secara bertahap dari kondisi yang ada (social reality atau social fact) kepada kondisi yang diidealkan, denagn kata lain, rekayasa selalu mengarah pada model pendekatan gradual, bertahap dan berkesinambungan.

Menentukan Prioritas Sasaran
Prioritas sasaran lebih ditekankan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki peluang lebih besar untuk menjadi anasir perubah (agent of change) bagi komunitas mereka masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar nantinya bisa membantu gerakan dakwah melakukan pengumpulan potensi massa dari komunitas mereka sendiri.

Penentuan Strategi Dasar (grand strategy)
Strategi dasar untuk melakukan tajnid jamahiri perlu diletakkan agar segala tindakan berikut resiko yang akan muncul sudah terkalkulasi sejak awal. Strategi dasar ini antara lain meletakkan posisi-posisi personal maupun structural secara tepat, menyusun langkah-langkah strategis berikut target-target pencapaian, serta landasan kebijakan operasional.

Penentuan Metodologi Rekrutmen terhadap Sasaran
Setiap sasaran memiliki karakter yang khas, dan oleh karenanya memerlukan metodologi yang spesifik pula. Bahasa masyarakat disetiap level social dan ekonomi akan senantiasa beragam. Apabila gerakan dakwah tidak variatf dalam metodologi pendekatan, niscaya tak akan memperoleh hasil yang optimal. Rasul saw dalam gerakan dakwah beliau membangun peradaban Islam, menggunakan metodologi yang amat variatif.

Menentukan Sarana dan Prasarana Rekrutmen
Setelah metodologi diketahui, maka sejumlah sarana dan prasarana diperlukan untuk implementasi. Kekuatan gerakan dakwah untuk menghadirkan sarana dan prasarana untuk saat ini masih sangatlah terbatas. Keterbatasan dana yang lebih disebabkan karena lemahnya kemampuan penggalangan dana, masih mewarnai kondisi gerakan dakwah hingga saat ini. Dampak dari kelemahan dibidang ini sejatinya cukup serius, misalnya sedemikian lemah gerakan dakwah mampu menghadirkan yang marak publisitas, menarik secara performen, dan membentuk opini yang luas serta kontinyu

Evaluasi dan Penanganan Hasil Rekrutmen
Setelah upaya pengumpulan potensi masyarakat dilakukan sesuai skala prioritas dan pendekatan metodologis tertentu, tidak boleh ditinggalkan upaya untuk mengevaluasi hasil kerja. Berbagai catatan tentang keberhasilan atau kegagalan dalam mengaplikasikan metodologi tajnid tersebut harus mendapatkan perhatian untuk upaya perbaikan di masa mendatang

Readmore »

06 May 2009

Organisasi Penyelenggaraan dan Perencanaan Operasional

A. Organisasi Penyelenggaraan
Perlu dijelaskan terlebih dahulu, Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara structural dan teknis fungsional, dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji (Ditjen BIPH) dengan dua unit teknis yaitu Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah (Dtyanhum) dan Direktorat Pembinaan Haji (Ditbina Haji).dalam perkembangan terakhir, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005, Ditjen BIPH direkstruturisasi menjadi dua unit kerja eselon I, yaitu Ditjen Bimbingan Islam dan Ditjen Penyelenggaraaqn Haji dan Umroh (Ditjen PHU). Dengan demikian, mulai operasional haji tahun 2007 peleksana teknis penyelenggaraan ibadah haji berada di bawah Ditjen PHU.

Jenjang eselon pada struktur organisasi birokrasi Ditjen PHUterdiri dari eselon I (Direktur Jendral PHU), eselon II (Direktur), eselon III (Bagian dan Sub Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh staff pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit kerja. Disamping itu, sepertiu halnya pada Direktorat lain, juga terdapat satu unit eselon IV, yaitu sub bagian Tata Usaha, yang mempunyai tugas melakukan pengolahan data, penyusunan laporan serta urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit, secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sekretariat Ditjen PHU, Mempunyai tugas pelayanan teknis dan administrative bagiu seluruh satuan organisasi dilingkungan Ditjen PHU.
2. Direktorat Pembi9naan Haji, mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Dtjen PHU dibidang Pembinaan Haji, termasuk pembinaan di bidang penyuluhan haji, bimbingan jama'ah dan petugas haji, pembinaan Kelompoik Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan paskan haji serta jama'ah haji khusus dan umrah.
3. Direktorat Pelayanan Haji mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Ditjen PHU dibidang Pelayana Haji dan Umrah, termasuk didalamnya penyiapan dokumen, perbekalan, penyelenggaraan perjalanan, pengelolaan akomodasi, pengendalian haji dan umrah serta ibadah haji khusus.
4. Direktorat Pengelolaan BPIH dan system Informasi Haji, mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Ditjen PHUdalam bidang tugas melaksanakan pembinaan perbendaharaan, penelaahan, penerimaan, penyempurnaan, pembayaran, pembukuan, rokonsiliasi, pengarsipan serta pelaporan keuangan yang berhubungan dengan pengelolaan dan BPIH dan pelaksanaan pengembangan siistem informasi haji.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa unit teknis mempunyai fungsi sebagai penaggung jawab (leading sector) dalam penyelenggaraan haji dan telah mendapat delegasi wewenang dalam hal fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis penyelenggaraan haji pada satuan unit kerja Direktorat Pelayanan Haji (Ditjen Haji), Direktorat Pembinaan Haji (Ditbina) dan Direktorat pengelolaan BPIH dan system Informasi Haji. Untuk pelaksanaan koordinasi didaerah dan di arab Saudi, maka di masing-masing daerah ditetapkan struktur penyelenggaraan haji sebagai berikut :
1. koordinator penyelenggaraan ibadah haji propinsi adalah Gubernur, dan pelaksanaan sehari-hari oleh kepala kantor wilayah Departemen Agama propinsi selaku kepala staff.
2. Koordinator Penyelenggaraan ibadah haji di kabupaten atau kota madya adalah Bupati atau Walikota dan pelaksanaan sehari-hari oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
3. Koordinator penyelenggaraan ibadah haji di arab Saudi adalah kepala perwakilan RI di Bantu oleh Konsulat Jenderal RI Jeddah sebagai Koordinator Harian.sementara pelaksana sehari-hari adalah staff teknis urusan haji pada Konsulat Jenderal RI Jeddah.

Organisasi terkecil dalam penyelanggaraan ibadah haji adalah kelompok terbang (Kloter), yaitu sekelompok jama'ah haji yang jumlahnya sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat yang digunakan. Dalam setiap kloter ditunjuk petugas operasional yang menyertai jama'ah haji sejak diasrama haji, di arab Saudi sampai kembali ketanah air, yang terdiri dari unsure pemandu haji (TPIHI) yang juga berfungsi sebagai ketua kelompok terbang, pembimbing ibadah (TPIH), kesehatan (TKHI), ketua rombingan yang membawahi empat regu dan ketua regu yang membawahi sepuluh orang jama'ah haji. Mulai musim haji tahun 2009 petugas kloter ini dirampingkan menjadi TPIHI sebagai ketua kloter dan TKHI, sedangkan fungsi TPHI dirangkap oleh ketua kloter. Prinsip dasar pengelompokan dalam organisasi kloter adalah dengan memperhatikan status mahram (hubungan keluarga), rombongan, keluarga, bimbingan, domisili/wilayah tempat tinggal danb jenis pelayanan yang dipilih oleh jama'ah haji.




Selama operasional haji, meliputi pemberangkatan jamaah haji dari asrama emberkasi ke arab Saudi sampai dengan pemulangan haji dari Jeddah dan kedatangannya di emberkasi asal, maka dibentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) emberkasi/Debarkasi yang berfungsi sebagai pelaksana operasional yang melibatkan instansi terkait yang terdiri dari PPIH Pusat, PPIH Arab Saudi. Pengendalian penyelenggaraan haji di tanah air dan di arab Saudi di lakukan leh menteri agama, sedangkan teknis pengendalian operasional haji dilakukan oleh panitia penyelenggaraan ibadah haji ditingkat pusat, sedangkan pelaksana oprasional sesuai dengan ruang lingkup daerah tugasnya.

B. Perencanaan Operasional Penyelenggaraan Haji Indonesia
Pelunasan biaya pendaftaran haji dibatasi waktunya, itu dimaksudkan untuk mendapatkan data riil jumlah calon jama'ah haji yang terdaftar dan ini merupakan dasar bagi perencanaan penyelenggaraan operasional haji secara keselurahan pada tahun yang bersangkutan seperti penyiapan angkutan, pemondokan, obat-obatan, petugas, penyiapan paspor, penyusunan jadwal penerbangan haji, sehingga seluruh calon jema'ah haji yang terdaftar dapat diterbangkan ketanah suci dan dapat melaksanakan wukuf.

Mengapa pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan ibadah haji tidak menganjurkan mabit terlebih dahulu dimina pada tanggal 8 dzulhijah ??
Karena jema'ah haji Indonesia jumlahnya banyak, sehingga ada kesulitan dalam mengatur mabit pada tanggal 8 dzulhijah, jadi kemaslahatan jema'ah haji Indonesia, maka tidak harus mabit dimina pada tanggal 8 dzulhijah. Hal ini tidak mengurangi sahnya ibadah haji.



Begitu juga dengan pemondokan sebelum diberangkatkan, jema'ah ahji perlu ditampung diasrama haji embarkasi. Ini dimaksudkan karena pada masa pemberangkatan haji embarkasi berfungsi sebagai tempat proses palayanan C.I.Q dan cekin bagi calon jama'ah haji sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi yang meliputi kegiatan pemeriksaan dan penimbangan barang bawaan, kemigrasian, kegiatan pemeriksaan kesehatan, penerimaan paspor haji, ticket pesawat, gelang, masker, dan living kost (biaya hidup di Arab Saudi) serta pemntapan manasik haji, disamping untuk memberikan waktu istirahat bagi calon atau jema'ah haji.

Adapun organisasi petugas operasional yang menyertai jema'ah haji terdri dari satu orang team pemandu haji Indonesia (TPHI) dua orang team pembimbing ibadah haji Indonesia (TKHI) yang terdiri dari satu orang dokter dan satu orang paramedic.

Selain itu, pesawat yang digunakan pun adalah hal penting dalam perencanaan operasional. Oleh karena itu, sejak tahun 1991 departemen agama telah menetapkan rencana dan spesifikasi angkutan haji minimal buatan tahun 1980. namun demikian, sebagian besar pesawat haji yang digunakan adalah produksi diatas tahun 1992.

Sumber:http://uchinfamiliar.blogspot.com


Readmore »