17 June 2009

Pengertian Pendayagunaan Zakat

Pengertian Pendayagunaan Zakat
1. Pengertian Pendayagunaan
Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia :
a. Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat.
b. Pengusaha (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik .
Maka dapa disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaiman cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik.2. Bentuk dan Sifat Pendayagunaan
Ada dua bentuk penyaluran dana zakat antara lain :
1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah.
2. Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harys diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan .

Menurut Widodo yang dikutip dari biku Lili Bariadi dan kawak-kawan, bhwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu :
1. Hibah, Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
2. Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
3. Pembiayaan, Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul ma'al dengan mudharib dalam penyaluran zakat .

Menurut M.Daud Ali pemanfaatan dana zakat dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan seperti: zakat fitrah yang diberikan pada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang di berikan kepada korban bencana alam.
2. Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain.
3. Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, alat-alat pertukangan, mesin jahit, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir-miskin.
4. Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini mewujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil .

3. Pendayagunaan Dana Zakat
Pembicaraan tentang sistem pendayagunaan zakat, berarti membicarakan usaha atau kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.

Kalau berbicara tentang kemashlahatan, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntunan kebutuhan umat. Untuk penentuan tingkat kemaslahatan, biasa di kenal dengan adanya skala prioritas. Metode prioritas ini dapat di pakai sebagai alat yang efektif untuk melaksanakan fungsi alokasi dan distribusi dalam kebijaksanaan pendayagunaan zakat, misalnya kita ambil contoh salah satu ashnaf yang menerima zakat ibnu sabil, ibnu sabil mempunyai pengertian yang secara bahasa berarti anak jalanan atau musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi, bencana alam dan sejenisnya .
Berdasarkan penjelasan diatas, agar zakat dapat berdaya guna secara maksimal, maka pemaknaan kontektual terhadap delapan ashnaf yang dapat dialami dengan zakat adalah sebagai berikut :

1. Fakir Miskin
Fakir miskin adalah mustahiq yang mempunyai dua ciri :
a. Kelemahan dalam bidang fisik
b. Kelemahan dalam bidang harta benda
penyerahan bisa disampaikan langsung kepada fakir miskin atau melalui badan pengelola, sedangkan sistem pendayagunaannya bisa bersifat konsumtif bisa produktif .
2. Amil orang yang menyibukkan dan mengabdikan dirinya untuk kepentingan umat Islam untuk mengumpulkan dana zakat, besarnya dana zakat yang dipakai disesuaikan dengan berat ringannya kerja mereka. Yusuf Qardhawi memberikan batasan yang rinci tentang amil yaitu semua orang yang terlibat atau ikut aktif dalam organisasi zakat, termasuk penanggung jawab, para pengumpul, pembagi, bendaharawan, sekretaris dan sebagainya .
3. Muallaf
Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang lain yang baru masuk Islam, namun dilihat dari sejarahnya, pada masa awal masuk Islam muallaf yang diberikan dana zakat dibagi kepada dua kelompok yaitu kafir, yang diharapkan dapat masuk Islam dan yang dikhawatirkan menyakiti umat Islam. Orang Islam, terdiri dari pemula muslim myang disegani oleh orang kafir, muslim yang masih lemah imannya agar dapat konsisten pada keimanannya, muslim yang berada didaerah musuh .
4. Riqab
Dilihat dari makna harfiah, dan demikianlah kitab-kitab fiqh mengartikannya, riqab artinya adalah budak. Untuk masa sekarang, manusia dengan status budak belian sudah tidak ada. Akan tetapi jika menengok pada maknanya yang lebih dalam lagi, arti riqab secara luas jelas menunjukkan bahwa pada gugus manusia yang tertindas dan tersekploitasi oleh manusia lain baik secara personal ataupun structural .
5. Gharim
Pemahaman terhadap gharim dalam sebagian besar literatur tafsir atau fiqh dibatasi pada orang yang punya hutang untuk keperluannya sendiri. Namum beberapa pendapat membedakan kepada dua kelompok, yaitu orang-orang yang berhutang untuk keperluannya sendiri dan orang yang berhutang untuk kepentingan orang lain.
6. Sabilillah
Sabilillah pada awal Islam dipahami dengan jihad fisabilillah, namun dalam perkembangannya sabilillah tidak hanya terbatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemashlahatan pada umat .

7. Ibnu Sabil
Para foqoha selama ini mengartikan ibnu sabil (anak jalanan) dengan “Musafir yang kehabisan bekal”. Menurut Masdar F.Masudi dana zakat untuk sector ibnu sabil dapat dialokasikan bukan hanya untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal melainkan juga untuk keperluan para pengungsi baik karena alasan lingkungan atau bencana alam .


Readmore »

Pengertian Zakat Profesi


Pengertian Zakat Profesi

Sebelum pembaca mengetahui pengertian zakat profesi yang dikemukakan oleh para candikiawan muslim, terlebih dahulu penulis ingin mengungkapkan pengertian zakat dan profesi.
Pengertian zakat secara etimologis atau menurut bahasa adalah bahasa arab yang artinya kesuburan, kesucian, keberkahan dan kebaikan yang banyak. Dikatakan kesucian, sebab zakat dapat mensicikan harta orang yang berzakat dari segala kotoran yang haram, dan dapat mensucikan jiwa orang tersebut dari sifat bakhil dan kikirDidalam kamus bahasa Indonesia (1989:702) disebutkan bahwa: profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandaskan pendidikan keahlian (ketempilan, kejuruan dan sebaginya) tertentu. Profesional adalah yang bersangkutan dengan profesi memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan. Sedangkan menurut fachrudin (1996:23): seperti dikutip oleh Muhammad dalam buku zakat profesi: wacana pemikiran zakat dalam fiqih kontemporer, profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan hasil(uang) yang relative banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu keahlian atau tidak.
Dengan demikian, definisi tersebut diatas maka diperoleh rumusan zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan uang yang relaitif banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Dari definisi diatas jelas ada poin-poin yang perlu di garisbawahi berkaitan dengan pekerjaan profesi yang dimaksud, yaitu:
A. jenis usaha ny halal
B. menghasilkan uang yang relative
C. dieroleh dengan cara yang mudah
D. melalui keahlian tertentu
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batasan minimum untuk bisa berzakat).
Yang dimaksudkan dengan zakat profesi adalah zakat penghasilan atu pendapatan seperti gaji, honorium, komisi dan sebagainya. Semua profesi tersebut apabila menghasilkan uang senilai minimal 96 gram emas murni selam 1 tahun, maka wajib dikeluarkan zakat nya sebesar 2,5%.
Istilah ini sebenarnya sudah banyak dikenal, tetapi memang belum memasyarakat. Zakat profesi adalah zakat atas setiap penghasilan yang dieterima oleh sesorang yang merupakan imbalan atas kerja atau jasa yang dilakukannya.

2. Dasar Hukum, Syarat Wajib, Nishab dan Kadar Zakat Profesi
Dinyatakan oleh hasbi, bahwa harta-harta yang merupakan kekayaan yang tumbuh pada masa sekarang ini yang belum dikenal pada masa Rasulullah saw. Dapat kita melakukan qiyas kepada harta-harta yang telah dikenakan zakat oleh Rasulullah SAW atau kita keluarkan hukumnya dengan melihat yurisprudensi penetapan para sahabat nabi sesudah rasul SAW wafat. Dengan demikian, segala kekayaan yang lahir daaari zaman modern ini tidak ada yang terlepas dari kewajiban membayar zakat5 menurut pendapat Yusuf Qardawi seperti kutipan Muhammad dalam buku zakat profesi: wacana pemikiran zakat dalam fiqih kontemporer Qardawi menyatakan bahwa beberapa harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai telah dijelaskan oleh nash Al-Quran dan Al Hadist. Sedangkan terhadap jenis kekayaan lain yag belum ditegaskan oleh nash, para Fugaha’ melakukan ijtihad untuk menentukan statusnya dengan menghasilkan bermacam-macam pendapat, sempit, sedang, dan luas (1999). disamping itu, masih ada beberapa hal lain yang belum disinggungkan oelh pembahasan atau ijtiahad para fuqaha’ terdahulu.
a. Dasar Hukum Zakat Profesi
Dalam fiqh, zakat profesi merupakan hal baru. Sebab dua sumber hukum islam, Al-Quran dan Sunnah, tak mengaturnya secara tegas. Demikian pula para pendiri mazhab tak membahasnya dalam kitab-kitabnya. Hal ini akibat tak begitu beragamnya jenis pekerjaan, pda masa kenabian Muhammad pada mujahid kali itu, wajar saja jika istilah zakat profesi tak dikenal. Akhirnya, berlajut pada perbedaan ulama mengenai zakat profesi ini.
Profesi sebagai pegawai swasta, dokter maupun pengacara memang tak banyak dikenal pada masa dahulu. Beda halnya dengan pertaniaan dan perternakan, tak heran jika masalah zakat diseputar kedua bidang ini dibahas secara mendalam.
Namun tak berarti harta dari hasil profesi ini lepas dari kewajiban zakat. Karena pada dasarnya, zkat merupakn pungutan harta dari orang yang mampu guna diberikan kepada dhuafa.
Maka andaikata dengan profesinya ia menjadi mampu, diwajibkanlah atasnya membayar zakat. Sebaliknya, apabila penghasilannya tak mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya atau sekedar menutupi kebutuhannya maka ia tak memiliki kewajiban itu. Zakat profesi sendiri merupakan zakat yang dikenakan pada setiap profesi tertentu, dan mendatangkan penghasilan serta memenuhi nisab(batas minimum untuk bisa berzakat).
Semua penghasilan melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah menccapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang bersifat umum, misalnya firman Allah SWT dalam surat At-Taubah:103 dan al-Baqarah: 267 dan juga Adz-Dzariyat: 19
“Dan pada harta – harta merka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan porang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Alasan atau dasar hukum diwajibkannya zakat uang gaji dan komisi bagi para pegawai negri dan swasta, dokter, pengacara dan sebaginya adalah berdasarkan firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman , nafkahkan lah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik (Qs al-Baqarah:267).
Dan berdasarkan pendapat imam Qalyubi dalam kitab Qalyubi Wa’umairah juz 2 hal 27, seperti dikutip oleh Abdurrahmim dan Mubarak dalm buku Zakat dan Peranannya dalam Pembangunan Bangsa serta Kemaslahatan Bagi Umat, berikut ini:

Artinya :
“Dan termasuk memuterkan harta tijarah/perdagangan ialah upah mencelupkan pakaian , menyamak dan memiyaki kulit”.
Dan berdasarkan kitab ”Bugyatul Mustarsyidin” halaman 112 sebagai berikut:
Artinya “Faidah orang membeli pencelupan dan penyamak kulit untuk usahanya agar ia mencelupkan dan menyamakan orang lain atau membeli gaji/lemak untuk meminyaki kulit umpanuan dan barang itu berada padanya sampai setahun (haul) maka barang itu temasuk harta tijarah/perdagangan yang wajib dizakati”.
Pendapat Syyid Quthub (wafat 1965 M) dalam tafsirannya Fi Zhilalil Qur’an juz I, hal 310-311, seperti dikutip oleh Didin Hafidhuddin dikatakan bahwa ketika menafsirkan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 267 menyatakan bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal mencakup pula seluruh yang dikeluarkan allhswt dari dalam da atas bumi, seperti hasil pertanian, maupun hasil pertambangan seperti minyak. Karena itu nash ini mencakup semua harta , baik yang terdapat di zaman rasulullah SAW, maupun dizaman sesudahnya. Semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagimana diterangkan dalam sunnah rasullulah saw, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang di-qiyas-kan kepadanya.
Dari keterangan diatas dasar hukum zakat profesi, memang ditulis secara tekstual didalam Al-Quran dan Hadist, namun secara kontekstual perintah untuk mengeluarkan harta yang diperoleh denagn cara halal dan telah mencapai nisab, telah diperintahkan dalam alquran surat al-Baqarah ayat 267. yang di-qiyas-kan kepada zakat mal. Karena istilah profesi dan penghasilan yang diproleh secara profesional pun baru muncul belakangan.
b. Syarat Wajib Zakat Profesi
Dari keterangan diatas dapat dipahani bahwa profesi yang menghasilkan berupa uang gaji dan komisi adalah qiyas-kan kepada tijarah/perdagangan. oleh karena itu syarat-syaart wajib zakat uang gaji, pendapatan dan uang komisi tersebut disamakan dengan syarat-sayarat zakat tijarah/perdagangan.
Dan salah satu syarat tijarah ialah haul dan nisab sebagi keterangan dari kitab Qalyubi Wa’umairah juz 2 hal 27, seperti dikutip oleh Abdurrahim dan Mubarak dalam buku zakat dan peranannya dalam pembangunan bangsa serta kemaslahatan bagi umat, berikut ini:
Artinya “Adapun syarat wajib zakat tijarah ialah haul dan nisab yang diperhitungkan pada akhir tahu”
Haul Atinya batas penghitungan waktu penghitungan waktu pemilikan uang/harta yang hendak dizakati sesudah mencapai waktu atau tahun.
c. Nisab dan kadar zakat profesi
Nisab adalah batasan penghitungan terendah nilai harta yang wajib dizakati. Dan nisab zakat profesi itu senilai 94 sampai 96 gram emas murni.
Kadar /ukuran zakat yang harus dikeluarkan dari harta atau gaji, penghasilan dan uang komisi itu sama dengan kadar/ukuran zakat perdagangana yaitu sebesar 2,5%.
Mengenai besarnya nilai zakat penghasilan ini, terdapat perbedaan dikalangan ulama, kerena tidak adanaya dalil yang tegas tentang zakat profesi. (yang sekarang disebut Al-Maalul Mustafad), sehingga mereka menggunakan Qiyas (Analogi) dengan melihat ‘Illat(sebab hokum)yang sama kepada aturan zakat yang sudah ada.
Syaikh MUHAMMAD Al-Ghazali meng-qiyas-kan zakat profesi dengan zakat pertanian. Sehingga, menurutnya, beban zakat setiap pendapatan sesuai dengan ukuran beban pekerjaan atau pengusahaannya, seperti ukuran beban petani dalam mengairi tanahnya, yaitu 5% atau 10%.
Perbedaan dikalangan para cendikiawan tentang ketentuan nisab dan kadar zakat profesi merupakan buah pemikiran yang harus kita hargai dan kita banggakan, asalkan perbedaan tersebut memiliki dasar hukum qiyas yang telah dilaksanakan oleh rasulullah SAW dan para sahabat.

3. Cara Menghitung Zakat Profesi
Setiap akhir tahun, pendapatan seseorang muslim seperti uang gaji dan lainnya, dihitung dan bila memperoleh penghasilan bersih minimal 96 garam emas murni, maka dikeluarkan zajkatnya sebesar 2,5%.

Contoh Perhitungannya:
Seorang karyawan menerima gaji poko Rp 800.000/perbulan. Penghasilan lainnya yang berhubungan dengan kepegawaiannya, seperti tunjangan jabatannya, tunjangan profesi, tunjangan keahlian Rp100.000/perbulan. Tetapi untuk keperluan pokok seperti sewa rumah, biaya makan dan biaya sekolah anak tiap bulan Rp400.000,jadi sisa yang ada padanya tiap bulan hanya Rp 500.000.
Penghitungannya :
uang yang ada padanya akhir tahun adalah 11 x Rp 500.000 +(Rp 800.000 + Rp 100.000) = Rp 6.400.000. jumlah ini belum mencapai nisab 96 gram murni ( missal @ Rp 90.000/gram) : 96 X Rp 90.000 = Rp 8.640.000, maka karyawan itu terkena wajib zakat profesi karena penghasilan bersihnya dalam satu tahun hanya Rp 6.400.000, sedangkan nisabnya Rp 8.640.000, tetapi apabila penghasilan bersih nya minimal Rp 8.640.000 maka wajib dikeluarkannya zakat yaitu 2,5%.

4. Yang Berhak Menerima Zakat Profesi
Orang yang berhak menerima zakat profesi (mustahik) sama ketentuannya dengan penerima zakat harta/ kekayaan yang lainnya, yaitu orang –orang yang telah ditentukan oleh allah SWT yaitu 8 asnaf.

5. Fungsi Zakat Profesi
Allah SWT mewajibkan zakat tidak hanya sekedar untuk mensucikan diri siwajib zakat ini atau sekedar untuk meyuburkan rasa belas kasih kepada sesame manusia. Akan tetapi, Dengan tujuan untuk membangun suatu masyarakat islam yang hidup secara gotong royong dan sejahtera.
Apabila kita perhatikan nash-nash Al-Quran yang berhubungan dengan soal zakat ini serta hukum-hukum yang diistinbatkan oleh para fuqaha yang kenamaan, tegaslah bahwatujuan syariat islam dalam menetapkan aturan zakat ini ialah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dengan dapat dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan uamat di setiap masa. Jika kita memahami hal-hal islam dan falsafahnya, maka fungsi zakat ini adalah untuk membina masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.

6. Sosialisasi Zakat profesi
sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaiman bertindak dan berfikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarkat. Proses sosialisai sebenarnya berawal dari dalam keluarga.
Dalam proses sosialisasi zakat profesi harus diawali oleh individu atau sekelompok orang yang telah memahami ketentuan fiqih tentang zakat profesi. Untuk itu lembag Amil Zakat (LAZ) yang lingkupnya local, harus mempunyasi system atau cara tertentu dalam mensosialisasikan perlunya zakat profesi dilaksanakan, kepada para calon muzakki lembag yang didirikannya.
Salah satu tugas penting lain dari lembaga pengelola zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media seperti seminar, diskusi, media suart kabar, majalah, bahkan internet. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan samakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga yang kuat, amanah dan terpercaya. Untu itu , lembag penelola zakat khususnya zakat profesi perlu mensosialisasikan penerimaan, pengelolaan dan pendistribusian. Selanjutnya dilaporkan kepada muzakki , hal ini perlu dilakuakn sebagai tanggung jawab serta amanah yang telah dititipkan kepada lembaga tersebut.


Readmore »